Mei 29, 2016

Hijrah

"Apaa....????" kaget ku seketika.

"Oca segera kesana yah, tunggu oca.. Oca mohon.." isak tangis ku pecah.

Niat ku untuk berangkat ke kantor pun beralih ke bandara dan segera terbang ke Yogyakarta.

--

Dengan tergesa gesa aku memasuki bandara dan memesan tiket yg tersedia pada hari itu juga.

Yaa, aku baru saja mendapat kabar bahwa Ibu ku meninggal. Tanpa sakit, tanpa keluhan sebelumnya..

Bisa kalian rasakan, pagi ini seketika berubah menjadi mendung. Pikiran ku kalut, hatiku resah, sedih.

Akhirnya aku mendapat tiket pagi itu juga, didalam pesawat yang aku inginkan hanya segera sampai di yogya melihat ibu ku untuk terakhir kalinya.

--

Tiba dibandara, aku segera naik taxi untuk segera sampai di rumahku.
Rumah yg jarang sekali aku kunjungi.

Perkenalkan dahulu namaku "Putriana Yossa Wigusman", Aku bekerja di kota BALI, Sebagai Supervisor Procurement.
Dimana waktu ku dalam sehari bisa dihabiskan hanya untuk bekerja.

Aku gelisah, tangisku pecah seketika ketika melihat dr kejauhan sudah banyak karangan bunga.
Aku turun dr taxi dan tangis yg aku tahan, pecah, kaki ku gemetar, hatiku hancur, air mata sudah deras dan bahkan untuk melangkah pun aku tak kuasa.

Aku memasuki pintu, dan kulihat jenazah ibuku sudah terbaring dengan ditutupi kain putih diwajahnya.
"Ibuu...." tangis ini makin menjadi.

Ku peluk tubuhnya yang sudah terbujur kaku, aku peluk erat, aku buka kain penutup diwajahnya, aku makin tak kuasa melihat nya.

Seketika aku teringat pesan ibu terakhir beberapa hari lalu,

"Ca.. Jaga kesehatan.. Tidur yg cukup. Ibu capek deh ingetin kamu tuh untuk istirahat badan kamu th.."

Yaa, itu pesan terakhir nya.. Yang tak ku gubris..

Ayah ku mendekatiku,

"Ca.. Sudah nak.. Ibu pergi dengan tenang..." ayah ku mencoba menenangkan ku.

"Ibu.. Ibu.. Ayah ibu..." peluk ku.

"Ibu sudah menyusul Opa Ca.. Jangan ditangisi biarkan ibu pergi dengan tenang.. " ayah lagi lagi menenangkan ku.

--

Pemakaman ibu dikebumikan pada sore harinya, aku, ayah dan semua keluarga mengantar jenazah ibu ketempat terakhirnya.

"Oca.. Yang sabar nak.. " ucap dr Om Lendi.

Om lendi adalah sahabat Ayah ku. Dia orang yg begitu dekat dengan keluargaku.

"Iya om.. Makasih om.." jawabku dengan terisak.

"Ca. Kamu yang tabah yaa.." anak om lendi, Gilang Ramadhan.

"Makasih lang.. Doakan yaa.." jawabku masih dengan tangisan.

Hingga satu persatu orang meninggalkan pemakaman ibuku.

"Ca.. Ayo pulang.."

"Iya yah" jawabku tetap membatin dalam hati.

--

"Yah, oca ke kamar dulu. Mau ganti baju.." suaraku datar

"Iya nak.." ayah melihatku berlalu menuju tangga dengan ekspresi datar.

Aku melirik ke kamar yang cukup lama tidak ku tempati, aku menemukan foto kami sekeluarga dan tanpa diduga air mata lagi lagi jatuh ketika melihat sosok ibu ku yg memiliki wajah yg teduh..

Aku dekati foto itu,
"Ibu... Maafin oca.  Yg gk pernah mau pulang.. Maafin oca bu.."

Disaat tangisan yg pecah, hp ku berdering dan ku lirik dimeja riasku.

*rina memanggil*

"Iya rin.. Assalamu'alaikum.." jawabku dengan berusaha menahan tangisan.

"Udah kelar pemakaman nya ca..?" tanya rina

"Udah rin, baru aja gue pulang.. Bos gak marah kan yaa..?" masih dgn meneteskan air mata

"Gak. Dia gak marah.. Malah dia bilang kamu kelarin urusan disini dulu.." jawab rina

"Yaa syukurlah.. Ntar deh gue tlp bos.. Tadi gk sempet banget.." aku hapus air mata ku.

"Yaa udah, lue yg kuat yaa.. Gue doain dr sini.." rina menenangkan.

"Thankx rin.. Udah dulu yaa, gue blm sempet bersih-bersih.."

"Okey. Ntar klo ada apa2 ksh tau gue.. Bye.." tutupnya.

*huft..* helaan nafas panjang.

Aku menghapus air mataku, dan beranjak mandi.

--
"Ca.. Oca.." suara kakak angkat ku, Dio, Putra Aldio Wigusman.

Sekilas ku jelaskan, kak dio adalah kakak angkatku, sebelum aku ada ditengah keluarga ini.
Kak dio adalah anak dari panti asuhan yang sengaja diadopsi oleh ibu dan ayahku, karena pada saat itu mereka termasuk sulit untuk mendapatkan anak.

Kak dio adalah sosok yang baik, sayang kepadaku. Dia bekerja sebagai PNS di kantor Gubernur kota Jakarta.

"Iya bang.." aku membukakan pintu kamarku.

Aku memeluk bang dio dengan menangis.

"Udah dek.. Jgn nangis... Kan masih ada abang.. Ayah.." bang dio berusaha menghapus air mataku.

"Iya bang.." aku berusaha hentikan kesedihan ini.

"Belum makan kan..? Kita makan yuk dibawah, nanti mau tahlilan abz maghrib.. Ntar kamu sakit lg.." bang dio mengajakku turun.

"Udah makan bang tadi dibawain sm si mbok.." jawabku senyum.

"Yaa udah, abang kira kamu belum makan.. Cepet turun gih yaa.. Abang tunggu dibawah yaa dek.." bang sio senyum.

"Iya bang.."

Bang dio meninggalkan kamar ku dan segera turun kebawah.

Lagi lagi, hp ku berdenting.
"Udah kelar acara pemakaman nya ca..?"

Bbm masuk dr temen dekatku, Mas Aldi.

"Udah mas.. Baru aja kelar.." balasku dan segera ku tinggalkan hp ku, sementara aku turun ke bawah untuk tahlilan ibuku.

Ku jelaskan secara singkat, mas aldi adalah teman ku di Bali, klien ku dr perusahaan yang berbeda.
Aku dan Mas Aldi sudah dekat dari 4 bulan lalu, namun aku dan dia belum ada hubungan yg jelas.

Hingga membuatku sedikit jengah.

--

Aku turun, mendekati Bang Dio.
"Bang.. Ayah dimana..?" tanya ku.

"Di depan dek.. Dek, itu ada Gilang.. Kamu temuin gih.." Lirik Bang Dio ke Gilang, anak dr temen deket ayah.

"Apaan seh bang.. Abang ajalah.. Males.." sedikit manyun.

"Ett dah, Abang jaga tamu di dalem dek.." Bang Dio mendorong ku untuk segera menghampiri Gilang.

"Ich.. Iyaa.. Iyaa.. Gak pke didorong jg Bang.." badanku berbalik menghadap Bang dio dengan sedikit kesal.

Akhirnya aku berjalan mendekati Gilang.
"Heii.. Ehm.. Makasih yaa dah datang kesini.." ku buka obrolan.

"Iya ca.. Eh, kapan sampe kesini nya ca..?" tanya gilang.

"Tadi pagi lang, langsung terbang dr Bali.. Buru2 kesini.. Kaget seh.." aku mempersilahkan gilang duduk.

"Hmm.. Gitu.. Cuti yaa..? Sampe kapan..?" tanya gilang

"Mungkin sampe hari ketujuh lang.. Gilang sendiri, lagi cuti yaa..? Kok bisa ke yogya..? Bukan nya kita kerja nya satu kota kan..??" tanya ku dgn banyak nya pertanyaan.

"Hehe.. Iya Ca, lagi cuti.. Tadi di tlp papa, katanya tante meninggal (ibu nya Oca), jd skalian cuti juga lah.." jawab gilang dgn tawa khas nya.

"Terus..?" tanyaku lagi.

"Dan.. Kita satu kota, hanya saja kamu sibuk sih.. Jadi gak pernah bisa ketemu kamu.. Tapi, aku tau..." jawabnya terpotong

"Tau apa lang..???" tanyaku bingung.

"Gak jd Ca.." senyum nya.

"Ich apa seh Lang.." blm sempat aku teruskan tanya ku, Bang Dio memanggilku dan Gilang.

"Dek, Gilang.. Masuk cepet.. Dah mau dimulai.." teriak Bang Dio.

"Ee.. Iya bang.." jawabku.

Aku dan gilang bergegas masuk ke rumah bersama Gilang dengan pertanyaan yang menggantung.

--

Hari ketujuh, hari dimana aku harus meninggalkan kembali ke Bali dan bekerja setelah aku kehilangan Ibuku.

Aku termenung dikamarku, dengan menyiapkan barang bawaanku untuk kembali bekerja.

"Tok.. Tok.." suara seseorang mengetuk pintu kamar ku.

"Masuk.." jawabku

"Ca.. Udah disiapkan smua barangmu..?" ayah masuk ke kamarku.

"Ini lagi disiapkan yah.. Kenapa yah..? Bang Dio sm ayah nanti yg nganter Oca ke bandara kan..?" tanyaku dengan tetap berkemas.

"Iya nanti ayah sm Dio anter kamu.." jawab ayah dengan melihat wajahku.

"Tiketnya udah ada kan yah..?" tanyaku dan berbalik melihat wajah ayah.

"Ayah titip tiket sm Om Lendy.. Katanya Gilang yg beliin tiket untuk kalian berdua pulang.." ayah tersenyum.

"Apa...?? Jadi Oca bareng Gilang gt yah..?? Ayah kok ngerepotin mereka sih.. Kan Oca gak enak.." aku berhenti berkemas berubah duduk dan sedikit kesal.

"Oca.. Ayah yg nitip tiketnya sm mereka. Kan kamu tau, ayah sibuk banget.." jawab ayah menenangkan ku.

"Iyaa yah.. Iyaa.. Malem kan yah..?" senyum ku dengan melirik ayah.

"Iya nak, selepas acara tahlilan. Ya udah, ayah ke bawah dulu ya.." ayah meninggalkan kamar.

Huft..
Tarikan nafasku panjang.
Ayah dan Om lendi memang berusaha untuk mendekatkan aku dengan Gilang. Tapi, mereka tidak memaksa.. Maka dari itu, dibuat sedemikian rupa agar aku dan Gilang jadi dekat.

Tetapi, aku tidak ingin hal itu terjadi. Karena yang aku tau, menikah itu harus ada rasa sayang antara satu sm yang lain dan aku tidak menemukan rasa itu kepada Gilang.

Aku memang tidak memiliki kekasih, sampau detik ini pun aku masih sendiri. Terakhir aku menjalin hubungan dengan seseorang pun beberapa tahun lalu dan hingga detik ini aku belum bisa mencari penggantinya.
Bukan berarti tidak move on, hanya saja aku belum menemukan kecocokan kepada mereka yang tengah dekat denganku.

Bang dio pun sudah merencanakan pernikahan dengan Kak Elsi. Seorang Dokter yang tengah dinas di salah satu Rumah Sakit di Jakarta.
Kak Elsi baik, sejauh ini dia aangat baik dan sangat peduli dengan ku.

--

Acara selesai.
Ini adalah saat terberat ku untuk meninggalkan ayah sendirian dan kenangan ibu dirumah ini.
"Bu.. Oca harus pamit... Oca pasti akan pulang lagi.." air mata ku lagi lagi menetes ketika aku melihat foto ibu.

"Dek.. Hayoo.. " bang dio melihatku dan menghampiriku.

"Iya bang.. " aku melirik bang dio dan menangis memeluknya.

"Abang janji bakal sering pulang..." bang dio menenangkan ku.

"Iya bang.." aku beranjak dr kamarku dan segera berangkat.

Diperjalanan, aku hanya diam.. Pikiran ku berkecamuk, hatiku gelisah.
Bang dio tau akan kegelisahan ku, aku begitu berat meninggalkan kota ini.
Tetapi, aku tak bisa utk tidak menyelesaikan pekerjaan ku selama 1 pekan yang ku tinggalkan.

"Ca.. Disana kamu harus jaga kesehatan.. Ngerti." ayahku menasihatiku dan aku tidak mendengar krn aku terlalu sibuk dengan segala pikiranku.

"Dek.. Oca...!!" bang Dio menyadarkan ku dr lamunan ku.

"Eh.. Iya bang.." aku tersentak.

"Kamu dengerkan apa kata ayah.." tanya bang Dio.

"Iya bang.. Iya yah.." jawabku lagi lagi dengan datar.

Setibanya dibandara, Om Lendi dan Gilang sudah menunggu di depan.

"Hei len.." ayah ku mendekat.

"Nah.. Oca udah datang.. Ini tiketnya..." om lendi menyerahkan tiket ku.

"Oh.. Iya om.. Makasih om.. Kasih sm Gilang aja Om.. Biar skalian..." senyum ku mengarah Gilang.

"Iya yaa.. Gilang.. Ini tiketnya.. " om Lendi menyerahkan tiket kepada Gilang.

"Eh om.. " bang Dio memberi salam kepada Om Lendi.

"Haii Dio.. Kapan pulang Dio nya..?" tanya Om lendi.

"Besok om.. Pagi2 banget.." bang Dio senyum.

Ditengah obrolan mereka, aku memutuskan untuk masuk.

"Yaa udah, kayaknya bentar lagi pesawat kita tiba deh lang.." aku melirik jam.

"Oh iya.. Ya udah.. Pa.. Om.. Dio.. Kami pamit dulu..." gilang memeluk Om lendi, ayahku juga bang Dio.

"Yah.. Bang.. Oca pulang yaa.. Jaga diri kalian.." aku memeluk ayah dan Bang Dio.

"Iya Ca, ayah sm Bang Dio bakal jaga kesehatan.." ayah dan Bang Dio menenangkan ku.

"Om.. Oca pamit yaa..." aku pun memeluk Om Lendi.

"Iyaa.. Jangan banyak pikiran yaa.." om lendi tau apa yang aku pikirkan.

Aku ingin teriak, aku masih belum bisa menerima bahwa aku saat ini sudah tidak memiliki Ibu lagi.
Aku masih belum ikhlas. Aku sedih. Aku tak mengerti.

"Iya om.." air mataku menetes.

Dan aku masuk ke bandara bersama Gilang

"Lang.. Aku..." aku terhenti.

"Kenapa Ca..?" Gilang menatapku.

"Aku masih..." belum sempat aku teruskan, aku sudah menangis.

"Udah ca.. Aku tau.. Kamu yg kuat yaa.. Kasihan ibu.. Dia pasti sedih klo kamu sedih.." Gilang menghapus air mataku.

"Iya lang.. Maaf.." aku menghapus air mataku.

Ini adalah saat terberatku, ketika aku tau aku seorang anak Piatu.
Ibu, ibu yang dibawah telapak kakinya adalah Surga ku. Dimana senyum nya adalah pahala ku. Dimana pelukan nya adalah tempat ternyamanku.

Kini, smua telah tiada.. Surgaku, pahalaku, tempat ternyaman ku.

--

Tiba lah kami di Bali, Gilang mengantarku ke tempat kost ku.

"Lang.. Thanks banget yaa.." aku senyum

"Iya sama sama... Dah kali ah.. Manyun mulu.. Senyum.. Masa depan menanti.." tawa nya.

"Hihi.. Iyaa.  Iyaa.. Aku melow gini.." tawa kecilku

"Yaa udah, istirahat gih.. Dah malem.." Gilang turun dan membuka pintu mobil.

"Skali lagi thanks lang.." pamit ku.

--

Pagi hari tiba, dimana aku harus kembali bekerja sedangkan hati dan pikiran ku berasa kosong.
Aku merasa mati rasa, setengah dari nyawaku hilang, hingga aku selalu merasakan pertanyaan ynag timbul dihatiku.

"Eh, Ca.. Dah pulang..?? Kapan..???" rina melihatku dibawah.

O iya, aku dan rina adalah sahabat dekat.
Kamk dipertemukan ketika aku bekerja di Jakarta, dia dan aku sama2 menduduki posisi yang sama.
Dan persahabatan terjalin dari saat itu, pulang pergi bekerja selalu bersama, hingga pada akhirnya kami memutuskan untuk bekerja di pulau Bali.
Smua cerita hidup ku dia tau, dan smua cerita hidupnya pun aku mengetahui.

"Iya rin, gue dah pulang.." senyum ku kecil.

"Loe baik2 aja kan..?" tanya nya heran.

"Yaa iyalah.. Udah ah, mo kerja gak.. Hayu.." aku menutup rasa gelisah ini dengan nya.

"Iyee lah.. Masa gak.." dia masuk mobil.

Disepanjang perjalanan aku berusaha menutup rasa gelisaj yang berkecamuk dihatiku, semenjak Ibu tiada. Rasa ini muncul. Selalu banyak pertanyaan yang aku buat.
Hingga membuat ku hilang arah.

"Done.. I'm come back..." aku parkirkan mobil dan melihat lurus kantor yang aku naungi dua tahun ini.

"Hah. Gaya loe.. Udah turun.. Cepetan.." rina turun lebih dulu..

Aku memasuki kantor ini, kantor yang dua tahun terakhir aku berikan smua dedikasiku.
Tapi, aku merasa asing. Aku lihat disekitar, aku tak menemukan ketenangan, yang aku lihat seolah-olah mereka melirik ku dengan begitu aneh.

"Pagi bu.." sapaan ini sangat tak asing ditelingaku.

"Pagi bli.." balasku dengan senyuman.

Bli lian adalah OB disini, dia asli orang Bali. Dan dia termasuk orang yg sangat sopan dan baik juga ramah.

"Saya turut berduka yaa bu.." seketika wajahnya berubah murung.

"Iya bli.. Makasih.. Tp oca udah gak kenapa2 kok.. Selamat bekerja bli.." aku berusaha tersenyum kepada smua yang ada.

Akhirnya aku memasuki ruangan ku, yang tidak terlalu besar, tetapi disini menjadi ruang pribadiku.
Lagi lagi, aku merasa asing dgn ruangan ini.

"Yaa tuhan, ada apa dengan hati ini.." lirihku dalam hati sembari duduk dikursiku.

--

Jam makan siang tiba, aku mencari tempat untuk makan siang tetapi tiba tiba aku melihat perkumpulan anak anak berombongan untuk mengaji.
Aku berhenti, menatap mereka.
Aku perhatikan, aku melihat seorang ustadzah, pakaian nya begitu syar'i. Dengan refleks, aku ingin turun dan menemui wanita itu.
Tapi aku masih belum berani dan aku mengurungkan niatku, kembali aku tutup pintu mobilku dan melajukan mobil ku dengan perlahan tetapi tatapanku masih menuju wanita itu hingga tatapan itu jauh dan menghilang.

Aku kembali ke kantor dan mengurungkan untuk mencari makan siang.

"Bli lian, bisa tolong pesankan saya makan dibawah..?" aku tlp bli lian.

Aku kembali menghela nafas panjang dan bersandar dikursi, tiba2 rina masuk dan melihatku sedang menatap langit2 ruangan ku tanpa tau dia masuk ke ruanganku.

"Ca.. Hei ca.. Lue dr mana.. Gue cariin juga.." rina duduk dan aku tak bergeming.

"Ca.. Eh lue kenapa seh..." dia memukul meja ku dan aku tersadar dari lamunanku.

"Eh loe rin, kenapa..?" dengan tatapan yang dingin aku melihatnya.

"Lue kenapa seh dr tadi gue liat murung terus.." rina mendekat.

"Gak lah.. Ngarang.." aku pura pura melihat emailku.

"Yakin..???" rina makin melihat jelas wajahku.

"Iyaaaa.. Udah ah.. Gue mo kerja lagi.. Balik gih ke ruangan lue.." aku masih dengan kepura puraan ku.

"Okey.." dia meninggalkan ruanganku.

Aahh...
"Akhirnya dia keluar juga dan aku tidak perlu berpura pura lagi.." pikirku dengan wajah yang lega.

Tak lama kemudian bli lian masuk, dan mengantarkan makanan.
"Bu oca, maaf boleh saya tanya..?" bli lian masih berdiri dihadapanku.

"Ada apa bli..?" aku melihatnya.

"Menurut saya, ibu oca lagi gelisah.. Ada apa bu.. Maaf bu kalau saya salah.." tanya nya.

"Iya bli, jujur saya merasa kosong bli setelah ibu saya meninggal.. Saya jadi ngerasa ada yang hilang.. Ntah kenapa.." jawabku dengan melihat foto keluarga ku di meja.

"Coba untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa bu.. Mungkin akan ibu dapatkan ketenangan itu.." bli lian serius.

"Iya bli.. Mungkin saya yg mulai menjauh.. Makasih bli.." senyumku.

"Mari saya pamit dulu bu.." pamit bli lian.

Tersentak rasanya ketika bli lian berbicara seperti itu, aku merasa bli lian benar.
"Yaa tuhan, apa benar akan hal itu..?" makin menjadi jadi pertanyaan ini.

--

"Ca gue pulang duluan yaa... Ada janji sm Adit.." rina tergesa gesa.

"Iya..." jawabku.

Aku pun segera merapikan meja ku, absen dibawah dan segera menuju parkiran.

"Ahh.  Aku kembali ke tempat tadi. Yaa.. Aku akan kesana... " pikirku.

Dengan melajukan arah mobilku, aku teringat akan perkataan bli lian bahwa aku harus mendekatkan diri kepada Tuhan.
Tiba tiba hp ku berdering, aku melihat Gilang yang memanggil.

"Hallo..." jawabku.

"Lg dimana ca.." tanya nya.

"Baru mau pulang lang.. " balasku

"Oo.. Ya udah.. Ntar malem aku kesana.. Boleh..?"

"Owh.. Agak malem yaa.." jawabku lagi

"Okey. Bye.." tutupnya.

Akhirnya perjalanan ku sampai ditempat yang tadi, aku beranikan diri untuk memasuki masjid yang ramai akan anak kecil.

Aku melangkahkan kaki, dan duduk di belakang mereka.

"Ahh.. Untungnya ibu itu belum pulang.." desahku dihati

Tak lama kemudian, anak2 yang sedang belajar tersebut satu persatu pulang..
Dan aku masih duduk disudut masjid, dengan mencoba melafalkan ayat Qur'an.

"Assalamu'alaikum dik.." sapa wanita itu.

"Wa'alaikumsalam bu..." senyum ku dan ku selesaikan bacaan ku

"Sedang apa disini dik..? Sepertinya saya baru melihat adik disini.." tanya sang ibu yang memiliki wajah teduh.

"Iya bu.. Saya tengah mencari ketenangan hati.. " aku tertunduk

"Saya boleh duduk disini..?" tanya nya

"Silahkan bu.." aku mempersilahkan dia duduk

"Maaf, kenapa adik mencari ketenangan..? Apa ada masalah..? Oh iya asal nya dari daerah sinikah..?" tanya nya dgn senyum khas nya

"Saya Oca bu, sepekan kemarin ibu saya meninggal, sejak itu saya merasa hati saya kosong, saya merasa surga yang ada dibawah telapak kaki ibu sudah tidak berlaku lagi untuk saya, saya merasa ladang pahala untuk saya sudah tertutup dan saya merasa tiada lagi doa yang makbul yg akan sya dapati lagi.." seketika air mata ku jatuh.

"Hem.. Dik, apakah ada penyesalan yang mendalam yang belum sempat adik berikan kepada almarhumah..?" tanya nya serius

"Yaa bu, ibu saya selalu bertanya kapan menikah.. Dan saya tidak pernah gubris akan hal itu, ibu saya selalu menuntut saya untuk berubah dan segera menikah, krn kakak saya bulan depan akan menikah.. Dan ibu meminta selalu kepada saya agar saya segera menikah tidak lama dr kakak saya.. Dan hingga detik dia meninggal, saya blm bisa mengabulkan pemintaan nya... Saya lalai, saya lalai, saya begitu mengejar dunia sehingga saya lupa surga yang paling dekat dngan saya.." akhirnya tangisanku pun jatuh.

"Tenang dik, saya lihat ada kemauan dari dalam dirimu.. Cobalah mendekatkan diri kepada-Nya.." dia menenangkan ku

"Iya bu.. Jujur bu, saya ingin sekali mengubah penampilan saya menjadi benar benar syar'i, saya ingin sekali menjaga aurat dan menjaga lisan atau pun tatapan saya.. Saya pernah berniat, ketika saya sudah menjadi istri maka saya akan mengubah penampilan saya seperti ibu... " aku menjawab dengan khayalku.

"Kenapa gak mencoba sekarang..?" senyum ibu.

"Saya terikat dengan pekerjaan yang menuntut saya untuk selalu bertemu dengan klien bu, saya sering juga turun ke lokasi proyek.." aku terhenti.

"Beranikah untuk berhenti dan mengikuti kemauan mu dan membuatnya menjadi nyata..?"

"Lantas, rejeki bukan kah harus dicari juga bu..?" tanya ku

"Iyaa.. Maksud saya dengan memakai syar'i bukan berarti kita tidak bs berkreasi dik.." jelasnya

"Iya bu.. Bisa juga.. Lantas apakah dengan saya mengubah tampilan saya untuk menjadi lebih syar'i tidak menutup rasa ketertarikan dengan lawan jenis bu..?" tanya ku lagi.

Dia tersenyum.

"Dik, jodoh itu diatur oleh Allah.. Bukan ditentukan oleh modis atau tidak nya kita dalam berpakaian, ingat pesan nabi Muhammad SaW.
Kita menilai seseorang untuk menjadi imam kita ada 4 perkara, dari agamanya, harta nya, wajahnya juga latar belakang nya. Dan yang diutamakan dari agamanya maka kita akan mendapatkan Berkah dari-Nya.." jelasnya singkat.

"Iya bu.. Saya paham..." aku tersenyum.

"Besok datang lagi aja kesini dik, besok ada pengajian.." ajakan nya.

"Inshaa Allah bu.." jawabku dengan senyum lagi.

"Baiklah, karena sudah adzan maghrib.. Mari sholat dahulu.. Setelah itu adik bisa pulang dulu.. Saya liat adik terlalu lelah.."

Owh Tuhan, aku mendapatkan ketenangan disini. Yaa, benar.. KAU memanggilku untuk datang kerumah-Mu walau kadang dengan cari yang tidak aku sukai...

Aku menyelesaikan sholat maghrib dan bergegas pamit pulang kepada ibu Fani.

--
Ketika aku memasuki halaman, aku melihat mobil Gilang.
"Astaghfirullah.. Aku lupa.. Gilang pasti lama menunggu.." aku berlari kecil masuk kerumah

"Assalamu'alaikum.. Maaf gilang.. Lama yaa.. " tanya ku dengan sedikit ngos ngosan.

"Wa'alaikumsalam.. Gak ca.. Baru kok... Darimana.." dia mendekat.

"Dari ke suatu tempat lang.." senyum ku dan duduk diruang tamu.

"Oh.. Aku bawain kamu makan.. Pasti belum makan kan..?" dia memberikan bungkusan makanan.

"Yaa Allah.. Makasih lang.. Blm makan sih.." tawaku.

"Kamu baik baik aja kan..?" tanya nya disela kami makan.

"Iya.. Kenapa..?" tanyaku.

"Gak.. Aku kira kamu masih sedih.." dia melirik ku.

"Masih lah, cm tadi aku ke Masjid lang.. Dan aku dapet pencerahan dikit.." senyum sumringah ku.

"Oh yaa.. Syukurlah..." dia tersenyum.

Kami lanjutkan makan dan Ditengah kami ngobrol kecil, rina datang..

"Hei.. Malam..." sapanya.

"Malem rin.." jawab gilang.

"Eh ada gilang, makan berdua nih... "Tawanya dan duduk disebelahku.

"Apaan sih.. Dari mana lue rin..?" tanya ku

"Biasaa..." jawabnya genit.

"Ya udah masuk sana... Mandi.. "

"Iya non.. Saya masuk.. Ntar ngeganggu lagi.." rina beranjak dan masuk

Gilang hanya tertawa,

"Ya udah deh, aku pamit yaa.. Next deh aku main lagi.." gilang pamit.

"Iya makasih yaa lang..." aku mengantarnya sampai ke depan.

Aku segera masuk ke kamar dan membuka lemari ku, aku mencari baju yang pernah dikasih oleh ibuku. Baju syar'i yang baru satu kali aku pakai.

"Akhirnya masih bagus juga..." pikirku.

Aku segera membuka laptop ku dan ku buat surat resign dari kantor ku..
Tak lama kemudian aku tlp Bang Dio.

"Assalamu'alaikum bang, lagi dmn..?" tanyaku semangat.

"Dirumah dek... Kamu kenapa..?? Kok denger nya kayak bahagia banget.." tanya nya.

"Bang, Oca mau pulang ah.. Oca pengen buka usaha aja di Yogya atau tempat abang.. Boleh..???" jawabku.

"Serius..??? Usaha apa dek... Trus kerjaan kamu disana..???" tanya bang dio penasaran.

"Resign, nie udah buat surat resign.. Pengen usaha pempek atau Bakso bang.. Kan Om ali pinter th buat Bakso sm Pempek.. Jadi belajar dulu sm Om Ali, abis itu baru buka.."

"Oh.. Ya udah kalau maunya gitu, ntar abang cari lokasi nya.." bang dio mendukung

"Yes.. Makasih abang ku... Oca sayang abang... Oca matiin dulu yaa bang, assalamu'alaikum.." girang ku.

"Iya adikku... Wa'alaikumsalam.." tutupnya.

"Semoga besok lancar.." batinku

Akhirnya aku tutup hari itu dengan alhamdulillah dan segera tidur.

--
"Hei.. Lue mau kemana Ca..?" tanya rina heran melihatku memakai pakaian syar'i.

"Mau kekantor lah..." jawabku singkat.

"Serius..???" tanya nya.

"Iya.. Mau resign... " senyum ku.

"Hah..??? Resign..??? Trus lue mau kemana..???" tanya nya kaget.

"Mau pulang ke Jakarta, ikut Bang Dio.. Mau buka usaha.. Sambil mendekatkan diri ke Allah.." jawabku lugas.

"Yakin..??? Bukannya lue pernah bilang, lue bakal syar'i ketika lue menikah..???" tanyanya.

"Dimulai dr sekarang gak salah kan..??? Ini juga permintaan ibu gue dulu.." jawabku dengan menghidupkan mobil.

"Okey.. Gue dukung kalau gitu.. Tp lue kapan pulang nya..?? Gak hari ini kan..???"

"Tiket nya besok.. Eh mobil gue mau jual, lue bantuin yak... Ribet gue bawa ke yogya sana..." tetap fokus ku.

"Iyaa.. Iyaa..." jawabnya singkat.

Tiba dikantor, aku segera menghadap bosku.
Aku berbicara dengan pelan, secara rinci, singkat dan jelas dengan tujuan ku.

"Baiklah Ca... Saya ucapkan terima kasih krn kamu sudah banyak membantu perusahaan ini.. Saya cukup kehilangan karyawan seperti kamu.." dia mengulurkan tangan.

"Terima kasih pak... Semoga makin sukses juga pak..." aku jabat tangan nya dan berlalu meninggalkan ruangan nya.

"Terimakasih tuhan... Telah dilancarkan hari ini.." desisku dalam hati.

Aku kembali ke ruangan ku dan merapikan file file ku dan berpamitan kepada yang lain nya.

--
Aku pulang dan memulai bisnis ku di Jakarta, awalnya ayah ku heran dengan pilihan ini. Tetapi dengan keyakinanku, aku berhasil membuat ayah percaya dengan pilihanku.

Dengan menggunakan syar'i, aku membuka usaha ku, aku tinggal dirumah Bang Dio..

Bang Dio telah memiliki rumah pribadi dari hasil kerja nya, Ibuku sangat bangga kepada Bang Dio.
Karena bang dio adalah anak yang pintar, tidak pernah membuat ibu kecewa.

Aku meluruskan iman ku, aku membulatkan tekadul untuk lebih dan lebih mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa juga menjalankan sesuai dengan ajaran-Nya.

Dengan perlahan, kegelisahan ku berubah menjadi ketenangan, pertanyaan ku sedikit demi sedikit terjawab, hanya satu.. Aku mendambakan seorang lelaki yang serius berani mengkhitbahku.

Hp ku berdering ditengah ramainya pelanggan dan aku melihat "ibu Fani" memanggil.

"Assalamu'alaikum bu.. Apa kabar..." sapaku bahagia.

"Wa'alaikumsalam.. Baik dik.. Kamu udah pindah yaa..?" tanya nya.

"Iya bu.. Sekarang buka usaha sendiri... Mengikuti kata ibu, rejeki dicari dengan berdagang yaa.. Hihii.." tawaku

"Hihi.. Iya dik.. Alhamdulillah... Yaa udah, jaga diri yaa... Assalamu'alaikum." tutupnya.

"Wa'alaikumsalam.."

Aku kembali melihat pengunjung ku, dan tak sengaja ku lihat Gilang ditengah keramaian itu.

"Gilang..???" aku heran.

Dia menoleh ku..
"Lho Oca...????" dia pun heran.

"Kok disini..???" bingung aku melihat nya.

"Ntar.. Kamu yang punya ini tempat..??? Terus.. Kamu sekarang...." dia menunjuk pakaian ku..

"Iya lang.. Aku hijrah.. Dan buka usaha disini.." jelasku dengan senyum.

"Alhamdulillah..." senyumnya.

"Yaa udah, silahkan makan.. Utk kali ini gratisss..." tawaku.

dan kita kembali dipertemukan.

--
Setelah setahun berlalu, usaha ku semakin berkembang dengan hijrahku.
Aku merasa bahagia, aku merasa Ibu selalu ada didekatku dan hubungan ku dengan ayah yang selama ini sedikit merenggang saat ini telah membaik.
Ayah sedikit demi sedikit mulai peduli dan terlihat rasa sayang nya kepadaku juga Bang Dio.

Oh iya, Bang Dio saat ini akan menjadi seorang ayah. Dia memiliki istri yang Cantik, seorang dokter, sama-sama Pegawai Negeri Sipil dan aku bahagia berada ditengah keluarga ini.

Tiba tiba, Gilang menemui ku di Kedai ku.

"Ca.. Kita cukup mengenal satu sama lain, boleh kah kalau aku mengkhitbah kamu..??" tegasnya dengan serius.

Aku tersenyum
"Silahkan menghadap ke Ayah lang.." jawabku singkat.

"Baik Ca.. " dia langsung pulang.

"Heii lang... Pesenanmu..." aku mengingatkan nya.

"Nanti aja.... Buatin aku special ketika aku mengkhitbah kamu..." teriak nya.

Aku hanya tersenyum.

--
Singkat cerita, akhirnya khitbah Gilang diterima dengan baik oleh keluarga ku.

Tanpa melalui pacaran, tanpa pendekatan yang intim, akhirnya kami disatukan ketika aku berhijrah dijalan-Nya.

Percaya atau tidak, aku percaya doa itu dikabulkan ketika aku pasrah dan tawakal.
Karena Allah telah berkata, "aku akan mengabulkan doamu secara langsung, menunggu dan aku simpan untuk nanti..."

Dan kali ini, aku mendapatkan doa ku dengan menunggu serta memperbaiki smua nya.
Hingga aku mendapatkan yang amat terbaik dari yang tidak pernah ku bayangkan sebelumnya.

Dan setelah menikah, Gilang menjadi pengusaha Yang sukses, sholeh dan Baik.
Dan aku, aku telah memiliki beberapa cabang kedai di berbagai kota.

Inilah ceritaku, inilah hijrahku.
Lantas, beranikah kalian berhijrah sepertiku..
Nikmat yang didapat akan sangat berkah.
Percayalah..

--  END  --

➡ note :
Cerita ini ku buat hanya sekedar khayalku..
Semoga bermanfaat bagi yang sedang terombang ambing ditengah kekosongan hati.

Mari berhijrah.
🙏🙏🙏